Langit awal September ini terlihat begitu kelabu.Tidak,bukan hanya langit saja tetapi semua hal,benda atau apapun yang terlihat oleh mataku.Semuanya kelabu.Hijaunya dedaunan pohon dan rerumputan yang diterpa angin bagiku hanya sesuatu berwarna kelabu.Hidupku tak berwarna,hanya ada kelabu.Seseorang yang biasa membuat hidupku berwarna kini sudah berada disana,tertimbun tanah merah dan aku tertimbun rasa sedih karenanya.Jasadnya tak lama lagi akan habis digerogoti cacing tanah dan tak lama lagi akal sehatku akan habis digerogoti rasa sedih itu.Jiwanya sudah pergi meninggalkan kekacauan dunia ini menuju kedamaian disana,sedangkan aku sebailknya.Bagiku kedamaian adalah saat-saat bersamanya.
Tak kuasa air mataku menetes diiringi rintikan hujan yang turun seakan melengkapi semua kesedihan ini. Hujan turun semakin deras.Makam kini telah sepi,hanya ada aku dan hujan yang menemaniku menangis.Tidak,masih ada lagi.Mataku yang agak buram karena air mata melihat samar-samar seorang perempuan berjubah hitam.Perempuan itu lagi!Perlahan ia berjalan ke arahku.
“Mau apa kamu kesini?Puas kamu lihat keadaanku sekarang?”tanyaku dengan nada bicara yang tinggi.Amarah meluap-luap dalam dadaku.
Perempuan itu tersenyum.Senyum misterius yang tak dapat ditebak apa maksud senyumannya. “Aku hanya menjalankan tugasku.”
Apa maksudnya?Apa dia malaikat pencabut nyawa? Belum sempat aku menanyakannya, perempuan itu lenyap dalam sekejap.Hilang seakan terkepung derasnya hujan.
*************************************************************************************
Sudah beberapa kali aku bertemu perempuan berjubah hitam itu.Dan semua pertamuanku dengannya selalu diikuti hal yang tak menarik: kematian.Setiap aku bertemu dengannya selalu saja ada nyawa yang pergi saat itu.Seperti empat bulan lalu tepatnya bulan Mei di rumah sakit,saat Rizka dikatakan kritis karena penyakit tak diketahui yang dideritanya.Aku menunggu di luar kamar operasi bersamaAnggi, orang tua Rizka dan beberapa saudara dari Rizka.Para dokter dan suster yang keluar masuk kamar operasi membuatku gelisah.Saat itu pula kulihat seorang perempuan berambut panjang mengenakan jubah warna hitam memasuki kamar operasi Rizka.Tak lama kemudian perempuan berjubah hitam itu keluar.Aku terus memandanginya dengan berjuta pertanyaan.Siapa perempuan itu?Untuk apa dia masuk ke kamar operasi?Dan berbagai pertanyaan lain.
Ia berhenti sejenak di depanku dan menyunggingkan senyuman padaku.Aku tak tahu apa arti dari senyumannya itu.
“Takdir ini mungkin akan merubah alur cerita hidupmu,namun akhir cerita hidupmu belum tentu berubah,” bisiknya.Bersamaan dengan itu dokter menyatakan Rizka sudah tak menghembuskan nafas.Dan dalam waktu singkat perempuan itu tak terlihat lagi.
*************************************************************************************
Sebulan kemudian di bandara.Saat itu papa akan pergi ke Makassar karena ada tugas dari kantor.Papa tak sendiri,beliau bersama dua teman sekantornya,Om Aris dan Om Bima.Aku mengantar papa hingga ke bandara.Entah hanya perasaanku atau apa,aku melihat banyak sekali manusia berjubah hitam disana.Mungkin jumlahnya puluhan.Sebagian ada yang berambut hitam panjang terurai.Setiap satu manusia berjubah hitam mengekor dibelakang satu orang di bandara itu,mengikuti dari belakang kemanapun orang itu pergi.Anehnya orang yang diikuti itu tak menyadarinya,mereka terlihat seperti biasa.
Aku juga melihat manusia berjubah hitam mengekor dibelakang papa dan Om Bima.Seperti yang lain,papa dan Om Bima tidak menyadarinya.Aku merasakan aura yang tak enak dari manusia berjubah itu.Wajah mereka tak terlihat karena tertutup tudung kepala dari jubah hitam itu.Aku ingin memberitahukan pada papa tentang hal ini,namun manusia berjubah di belakang papa itu menatapku tajam.Tenagaku seolah terserap oleh semua kedalam tatapannya hingga mulutku pun tak mampu bersuara.
“Takdir adalah suatu rahasia,”ucapnya.
Dan malamnya,telepon rumahku berdering membawa kabar buruk.Pesawat yang ditumpangi papa mengalami kecelakaan.Separuh dari penumpangnya tewas termasuk papa dan Om Bima.Om Aris selamat,hanya menderita luka-luka.
*************************************************************************************
Tumben sekali hari itu Anggi bersedia menemaniku ke toko buku.Biasanya ia menolak bila ku ajak ke toko buku.Anggi tak suka membaca buku,mungkin itulah sebabnya ia lebih memilih berbelok ke tempat pakaian jika aku mengajaknya ke toko buku yang jadi satu di sebuah mall.Tapi ternyata hal ini justru menjadi pertanda buruk.
Keluar dari toko buku aku melihat sesuatu yang sungguh tak ingin kulihat sepanjang hidupku : perempuan berjubah hitam. Perempuan itu mengikuti di belakang Anggi. Aku tak tahu harus berbuat apa.Percuma saja kukatakan pada Anggi kalau ada seorang perempuan berjubah mengikuti dibelakangnya dan akan mengambil nyawanya seperti Rizka dan papaku.Yang ada hanya Anggi menganggapku berkhayal.Aku dan Anggi berjalan ke luar dari mall.Pikiranku dipenuhi dengan hal-hal yang buruk.Aku menjaga jarak jalanku dari Anggi,aku merinding jika dekat dengan perempuan berjubah hitam itu.Baru kusadari ternyata perempuan berjubah hitam itu tak berjalan dengan kakinya,melainkan sedikit mengambang di udara.Tiba-tiba perempuan itu menoleh ke arahku kemudian menatapku tajam.Spontan kutarik tangan Anggi yang sudah berada di ujung pintu keluar di lantai 4, “Nggi,jangan keluar sekarang!”
Firasatku mengatakan jika Anggi keluar dari mall dengan perempuan berjubah hitam di belakangnya pasti akan ada sesuatu hal buruk seperti yang terjadi pada papa.Apalagi tadi Anggi mengatakan bahwa rem mobilnya sedikit tak beres.Sebisa mungkin harus kucegah Anggi untuk tidak menaiki mobilnya.Lebih baik lagi jika kucegah Anggi keluar dari mall ini.
Anggi kutarik secara paksa kembali ke toko buku,ia berontak membuatku melepaskan pegangan tanganku sebelum sampai di toko buku, “Kenapa,sih?” tanyanya kesal.
Aku tak menjawab,seperti saat di bandara dulu tatapan perempuan berjubah hitam itu membuat lidahku lumpuh tak bisa berbicara.
“Ada apa?”ulang Anggi.
“Nggi,aku nggak bisa jelasin ke kamu ada apa.Pokoknya kamu jangan jauh-jauh dari aku.Kamu harus percaya sama aku.”
“Iya,aku percaya sama kamu, Rina.Tapi ada apa?”
Aku menarik nafas sejenak,mencoba merangkai-rangkai alasan yang tepat.Perempuan berjubah hitam menatapku semakin tajam. “Aku nggak bisa jelasin.”
“Oke,terserah.Akhir-akhir ini kamu makin aneh.”
Baguslah,tak apa aku dibilang aneh atau apa.Yang penting Anggi kini menuruti perkataanku.Sunyi menyelimuti antara aku dan Anggi.Kami tak saling bicara.Perempuan berjubah hitam sudah tak menatapku lagi namun masih tetap mengikuti di belakang Anggi.Kami tak tahu harus kemana,semua tempat di mall ini sudah kami kunjungi tadi.Alhasil kami hanya berdiri menyandar pada besi pembatas lantai 4 di depan sebuah distro dengan nama “d’distro” meskipun disana jelas tertempel stiker yang bertuliskan ‘dilarang bersandar’.Beberapa lama aku dan Anggi hanya menonoton aktivitas orang-orang di lantai bawah dari besi pembatas itu.Aku sendiri mulai bosan dan haus.
“Nggi,aku mau beli minuman ikut nggak?”
Anggi menggeleng, “Males,ah.”
“Oke,tunggu disitu.Jangan kemana-mana.Tunggu aku balik kesini.”
Saat aku akan meninggalkan Anggi untuk membeli minuman,perempuan berjubah hitam kembali menatapku.Bulu kudukku langsung berdiri. Tak enak sekali aura makhluk ini.
Ia tersenyum padaku, “Takdir adalah sesuatu yang tak dapat diubah-ubah.”
Buru-buru aku meninggalkan perempuan itu yang kini kuragukan sebagai manusia.Lumayan lama aku membeli minuman karena harus sabar mengantre.Aku kembali dengan membawa dua gelas plastik berisi lemon tea.Kucari-cari dimana Anggi berada.Depan d’distro,itu yang kuingat dari tempat dimana Anggi menunggu.Namun yang ada disana bukan Anggi,melainkan orang-orang yang berkerumun mengerumuni sesuatu.Rasa penasaran membuatku ikut bergabung dengan mereka.Perempuan berjubah hitam keluar dari sela-sela kerumunan.
Ia kembali tersenyum padaku, “Tak ada yang bisa sembunyi dari takdir.” Kemudian ia menghilang begitu saja.
Hal-hal buruk mulai berkecamuk di otakku.Aku menerobos kerumunan.Dua gelas lemon tea terjatuh dari genggamanku ketika kutahu apa yang orang-orang ini kerumuni.Besi pembatas terlepas dan jatuh ke lantai paling bawah begitu juga orang yang tadi bersandar disana,Anggi.Tubuh Anggi terkapar di lantai dasar dengan darah berceceran di sekitarnya.
Tubuhku langsung lemas,kakiku tak mampu menyangga tubuhku,aku jatuh terduduk sembari menangis sejadi-jadinnya.
*************************************************************************************
“KRIIIIINGGGGG!!!!”
Jam weker yang berteriak memaksaku untuk bangun.Kubuka mataku perlahan.Aku ada di kamarku!Jam weker digital yang masih berbunyi itu menunjukkan 5 Maret 2007 pukul 07.00.Aku ada di rumah!
*************************************************************************************
Akhir Agustus...
Mimpi-mimpi itu adalah sebuah awal dari segalanya dalam diriku.Sejak saat itu aku terus mendapatkan mimpi-mimpi yang aneh.Aneh karena mimpi itu menjadi nyata.Tak tentu waktunya kapan akan menjadi nyata.Bisa sehabis bangun dari mimpi lalu langsung menjadi nyata,sehari setelah mendapat mimpi atau kapanpun.Rizka dan papa juga seperti dalam mimpiku.Dan mimpi tentang Anggi baru terjadi hari ini,4 bulan setelah aku mendapatkan mimpi itu.
Sekarang aku berada di mall bersama Anggi.Seperti dalam mimpi itu,rem mobil Anggi sedikit tak beres,aku mencegah Anggi keluar mall,hingga saat ini aku dan Anggi bersandar pada besi pembatas yang pada akhirnya akan jatuh.Bedanya aku tak melihat perempuan berjubah hitam mengikuti Anggi.Hatiku sungguh perih.Sedari tadi kucoba untuk menahan tangisku.Mungkin aku bisa mengatakan pada Anggi untuk tidak bersandar pada besi pembatas ini,namun aku teringat perkataan perempuan jubah hitam.Takdir adalah sesuatu yang tak dapat diubah ubah.Aku tahu takdir Anggi selanjutnya dan karena itu aku tak boleh mengubahnya.Aku tak punya kuasa untuk mengubahnya.
Aku tak tahan lagi,air mataku menetes.Lama-kelamaan tetes air mata itu semakin mengalir deras.Mengetahui bahwa sebentar lagi sahabatku akan menemui ajalnya adalah hal terburuk sepanjang hidupku.
Anggi yang mendengar suara isakan tangisku menoleh,“Kamu kenapa?”
Kupandangi wajah Anggi.Ia begitu polos,ia tak tahu menahu tentang semua ini.Ia hanya tahu kalau sehabis mengantarkanku ke toko buku ia akan pulang ke rumahnya,bukan pulang ke rumah Tuhan.
“Kenapa,sih?Kok tiba-tiba nangis?”
Aku sungguh tak tega melihat Anggi.Seperti dalam mimpi,aku harus meninggalkan Anggi, “Aku beli minuman dulu,ya?”Aku buru-buru meniggalkan Anggi yang masih kebingungan.Dari jauh kulihat Anggi yang masih bersandar pada pembatas besi.
Selamat tinggal Anggi...
Aku berjalan menjauh dari Anggi,sejauh-jauhnya.Beberapa saat kemudian aku kembali dan sudah ada banyak orang berkerumun disana.Aku menangis sejadi-jadinya.Kuterobos satu-persatu orang di kerumunan itu hingga aku dapat melihat tubuh Anggi terkapar di lantai dasar dengan darah yang berceceran disekitarnya.
*************************************************************************************
4 komentar:
buset dah panjang amat....
nice cerpen, bikin sendiri?
yah klo disini kelihatan panjang...
tp klo di kertas cman 5 halaman
nice?g salah??
iyalah bikin ndiri....(sorry ya)
dan bikinanku yg paling SADIS di antara cerpen tmn2ku
widdii 'gelap' bgt critanya.
logikanya kurang nyampe tuh.
lha tros kalo emang dia ga bisa ngerubah takdir ngapain juga Tuhan ngasih dia mimpi kea gitu?
mbak vivin,jgn tanya apa2.sy jg g tau ap maksudny.
ini cerpen yg sy buat dg kilat selam 3 jam gra2 ud mepet mw dikumpulin ke Bu Purrrrrrrrr
yg ak tau bu purrrrrrr sangat stresss krn ngasih nilai cerpen ini B+
Posting Komentar